Langsung ke konten utama

PISPOT

PISPOT
Geger Wong Ngoyak Jambret
Adaptasi dari Cerpen Pispot Karya Hamsad Rangkuti


BABAK I


SUASANA RAMAI PASAR. BEGITULAH, KEGALAUAN BERCAMPUR MENJADI SATU. TAMPAK DI SANA-SINI TAWAR MENAWAR BARANG KEBUTUHAN. DI SAAT SEPERTI ITU, TIBA-TIBA SEORANG WANITA BERTERIAK.

Yu Kesi : Oalah… Gusti, gusti! Celaka, aku! Celaka betul aku hari ini. Aduh mimpi apa aku semalam. Tolong….. copet…..!!!

SERENTAK SEMUA YANG ADA DI PASAR ITU MENATAP WANITA YANG BERTERIAK DAN MENDEKATINYA.

Kang Ustman : Lho Yu, kamu itu ada apa tho? Kok nderimil kaya orang edan saja.
Yu Kesi : Kamu itu bisanya cuma nyacat orang saja. Tidak mau tahu perasaan orang lain!
Kang Ustman : Lho… malah mutung kasarung, aku ini tanya’e?
Yu Kesi : Tanya, tanya! Saya itu kemalingan, kecopetan! Lihat, Kalungku amblas!
Lek Kardi : Ooo… jelasnya ada insident tho!
Yu Kesi : Tolong kalung saya… Duh gusti… Aku ini punya salah apa?
Lek Pur : Yu Kesi. Kamu tahu kemena perginya penjabret tadi?
Yu Kesi : (TENGANNYA MENUNJUK KE SUATU ARAH) Ke sana.
Sawud : Aku tadi juga melihat penjabret itu pergi ke sana. Pasti belum jauh. Ayo kita kejar saudara-saudara.
Suarau-suara : Ayo…ayo…yo…yo…

PARA LELAKI YANG KEBETULAN MENDEKATI DAN IKUT MENANYAI YU KESI SEGERA BERLARI MENGEJAR JAMBRET YANG BERLARI BELUM JAUH ITU. DI PASAR TERSEBUT HANYA TINGGAL BEBERAPA ORANG PEREMPUAN YANG MASIH MELANJUTKAN AKTIVITAS MEREKA MASING-MASING.

TUKANG BECAK MASUK DENGAN WAJAH TOLOL SEPERTI BIASANYA, MENDEKATI YU KESI DENGAN TAKUT-TAKUT.

Tukang becak : (TAKUT) Ee… itu, itu, anu Yu. Itu barang-barangnya sudah saya antar ke rumah. Semua sudah saya antar, beres pokoknya Yu. Tadi diterima sama bapak di rumah.
(YU KESI DIAM SAJA. TUKANG BECAK JADI BINGUNG)
Lho, Yu?
(MENGAWASI YU KESI YANG TERISAK-ISAK)
Ooo.., anu kok Yu, wong honorarium besok juga tidak apa-apa, Yu. Saya Cuma mau bilang kalau semua yang Yu Kesi perintah sudah saya laksanakan dengan baik, sudah beres semua. Tapi kalau mau ngangsur, ya tidak apa-apa, wong saya tidak tersinggung kok.
Yu Kesi : (TIBA-TIBA BERDIRI DAN MARAH) Apa Sampeyan itu tidak tahu atau memang tidak dong!
Tukang becak : (KAGET, BELINGSATAN) Lho, lho, lho… ada apa tho, Yu?
Yu Kesi : Ada apa, ada apa! Sampean itu tahu tidak kalau aku baru saja kecopetan. Kalungku amblas. Ini, lihat leherku polos, tidak berkalung lagi. Tahu sekarang!
Tukang Becak : (KAGET) Wah! Terus berapa gram itu, yu? Kalau begitu kasihan ya?
Yu Kesi : (DONGKOL) Kasihan, kasihan dengkulmu!
Tukang Becak : Mbok ya ho jangan marah begitu, Yu. Bagaimana kalau
kita lapor pak Kepala Pemeriksa saja.
Yu kesi : Tadi semua orang yang ada di sini sudah mengejar Jambret itu.
Tukang Becak : Mudah-mudahan saja ketemu ya, Yu.
Yu Kesi : Ya!
Tukang becak : Eh, Yu. Hari ini kan hari sabtu pahing tho? Menurut primbon si Mbah saya, sabtu pahing itu memang hari apes. Lha wong tadi saja waktu saya berak di kakus burung saya mau digigit ular. Apes tho Yu kalau begitu namanya?
Yu Kesi : Sudah-sudah. Pokoknya aku cuma kepengin kalungku bisa kembali. Itu saja sudah cukup dan aku tak perlu mendengarkan ocehanmu.
Tukang Becak : Ya ndak gitu, Yu. Masalahnya, barang kali saja bisa dirunut dari sini. Ini adalah cara tradisional. Obat tradisional saja manjur kok, Yu. Apa lagi ini? Way Not?
Yu Kesi : (KESAL) Terserah kamu!
Tukang becak : Eh, Yu. Tadi sampeyan madep mana? (YU KESI DENGAN KESAL MENGISYARATKAN SATU ARAH) Wah, cocok itu, Yu. Pas banget. Hari ini naga dinanya memang baru menghadap ke sana, pasti kalung Yu Kesi dicaplok Naga. Memang, Yu. Zaman sekarang ini lagi rawan kemalingan. Kemarin saja, si Martini, anaknya Kang Pardi tukang sapu itu, yang baru lulus SMA, perawannya kecolongan sampai lima kali, edan tho itu namanya Yu? (KEMUDIAN MASUK BAKUL AKIK DENGAN TERGOPOH-GOPOH, KAGET MELIHAT YU KESI MENANGIS. TUKANG BECAK TERKEJUT.) Waduh. Saya lupa. Barang-barang Mas Sastro belum saya antar. (TERTAWA RIKUH)
Bakul Akik : (MENATAP TAJAM TUKANG BECAK) Sini kamu! (TUKANG BECAK MENDEKAT) Kepengin saya comot honormu?!!
Tukang Becak : Wah, jangan Mas. Itu namanya PHK tingkat pertama. (BAKUL AKIK MATANYA MELOTOT LALU MULUTNYA MENYERINGAI)
Tukang Becak : (KAGET, TAKUT, LARI KELUAR. BAKUL AKIK MAU DUDUK TAPI TIDAK JADI KARENA TUKANG BECAK MASUK KEMBALI DENGAN TERGESA-GESA) Mas, punya rokok!
(BAKUL AKIK MEMELOTOTKAN MATANYA SAMBIL MENARIK CELANANYA TINGGI-TINGGI. TUKANG BECAK TAKUT DAN LARI KELUAR. BAKUL AKIK DUDUK, MEMANDANG YU KESI.
Bakul Akik : Tadi saya dengar ada rame-rame itu ada apa tho, Yu?
Yu Kesi : (MENDONGAK) Oalah Gusti… kalung saya digondol maling, Mas!
Bakul Akik : (KAGET) Kemalingan di siang bolong begini? Kurang ajar! Berapa gram, Yu?
Yu Kesi : Lima belas gram.
Bakul Akik : Lima belas gram? (YU KESI MENGANGGUK) Persis! Tiga kali istri saya juga kecopetan, kalau semuanya dijumlah menjadi lima belas gram. Ini pasti pelakunya sama. Memang sudah menjadi nasib kita, Yu.
Yu Kesi : Aku bingung, Mas. Sedih! Kalau tidak tagihan listrik ya PAM. E… sekarang malah kalungku yang ditagih sama maling. Kalau begini terus kapan bisa naik haji.
Bakul Akik : Habis mau bagaimana?
Yu Kesi : Padahal kalung itu tadi mau aku jual untuk tambah-tambah ongkos naik haji.
Bakul Akik : Sekarang apa-apa serba duit. Mana buang air kecil harus bayar, buang sampah bayar, dagangan tambah karcisnya tambah, jangan-jangan kentut pun bayar. Beda dengan jaman dulu. Mau kebelakang tinggal cari pohon, sekarang malah tambah repot, Yu. Besar kecilnya hajat, ada taripnya, bahkan anehnya bisa dihutang!
Yu Kesi : (SEBEL) Aku jadi ndak ngerti, Mas.
Bakul Akik : Lho, itu bener lho, Yu. Soal WC saja bisa menyebabkan harga naik!
Yu Kesi : Ah, masa!
Bakul Akik : E.. kok tidak percaya. Sekarang ini yang menyebabkan harga-harga naik tidak saja BBM dan tidak melulu gaji-gaji menteri, WC pun bisa jadi sebab.
Yu Kesi : (BERDIRI) Rasanya, aku tambah mangkel, Mas!
Bakul Akik : Malingnya itu siapa tho, Yu?
Yu Kesi : (KETUS) Kalau aku ngerti mestinya aku tidak kemalingan!
Bakul Akik : Lha iya, maksudku kira-kira siapa? Soalnya saya juga sudah punya bayangan. Yu, apa kita lapor saja ke Kepala Pemeriksa ?
Yu Kesi : Tadi sudah dikejar sama orang-orang yang ada di sini. Paling-paling juga percuma lapor Kepala Pemeriksa. Sudah banyak orang-orang sini yang lapor. Paling-paling Kepala Pemeriksa itu cuma bilang “segera diusut, segera ditangkap” kenyataannya malingnya tidak ditangkap sampai saat ini juga, bahkan bermunculan maling-maling baru.
Bakul Akik : Begini saja, Yu. Ini kan mau ada penertiban di pasar ini. Nah, kita laporkan saja sama mereka yang mau mengontrol itu. Biar soal usut-usutan itu urusannya mereka saja. Bilang saja sama petugas ketertiban pasar kalau ada maling di pasar ini.
Yu Kesi : Tapi kalau…
Bakul Akik : Biar nanti saya yang ngomong. Soalnya saya juga mangkel!
Yu Kesi : Apa perlu kita ngomong siapa malingnya?
Bakul Akik : Lho, gimana tho sampeyan ini, wong malingnya belum ngerti siapa kok. Aing-aing saja! Sudah saya mau nyari Si Trimo dulu.

KETIKA BAKUL AKIK HENDAK PERGI, TERDENGAR SUARA RAMAI-RAMAI DARI JAUH. JAMBRET TELAH DITANGKAP. BAKUL AKIK TIDAK JADI PERGI DAN IKUT MENGADILI JAMBRET ITU. ORANG-ORANG YANG MEMBAWA JAMBRET MASUK. MELEMPARKAN JAMBRET YANG SUDAH BABAK BELUR ITU DENGAN KASAR.

Sawud : Bunuh saja!
Kang ustman : Bakar saja!
Lek Pur : Kita cincang saja dia! Bagimana saudara-saudara!
Suara-suara : Setuju!!
Lek Pur : Tidak usah berlama-lama lagi! (KERIKA MASSA HENDAK MELAMPIASKAN MARAHNYA, TIBA-TIBA KEPALA PEMERIKSA DATANG DENGAN GEROMBOLANNYA.)
Kepala Pemeriksa : Ada apa ribut-ribut?
Lek kardi : Jambretan, pak. Tadi aku melihat dia memasukkan sesuatu ke mulutnya di saat langkahnya yang tergesa-gesa.
Kepala Pemeriksa : Apa yang dimasukkan dalam mulutnya?
Kang ustman : Kalung lima belas gram milik Yu Kesi.
Kepala Pemeriksa : Apa buktinya ?
Lek Kardi : Semua yang di sini menjadi saksi bahwa dia yang mengambil kalung itu dan memasukkan ke mulutnya. Soal bukti, telah berada di dalam perutnya. Jadi kalau kita perlu bukti berarti kita harus menyuruhnya mengeluarkan isi perutnya. Semua isi perutnya!
Suara-suara : Betul itu, betul!

KEPALA PEMERIKSA MENDEKATI JAMBRET DAN MENANYAINYA.

Kepala Pemeriksa : Benar kamu telan kalung itu?
Jambret : Tidak (SAMBIL MENUNDUK)
Lek pur : Masih juga mau mengelak! (HENDAK MEMUKUL JAMBRET TAPI DIHALANGI OLEH KEPALA PEMERIKSA )
Kepala Pemeriksa : Sabar! Sabar! (MENCOBA MENENANGKAN MASSA DAN KEMBALI MENANYAI JAMBRET)
Kepala Pemeriksa : Kamu buang?
Jambret : Tidak
Kepala Pemeriksa : Kamu sembunyikan?
Jambret : Tidak
Kepala Pemeriksa : Kamu berikan kepada temanmu?
Sawud : Dia tidak bisa berkata lain selain: Tidak! Siksa. (MASSA MULAI PANAS DAN MENCOBA MEMUKUL JAMBRET. KALI INI KEPALA PEMERIKSA KUWALAHAN MENGHADAPI MASSA. JAMBRET TERKENA PUKUL DAN JATUH. TAPI IA DUDUK KEMBALI.)
Jambret : Saya tidak melakukan Jambretan itu, Bapak Kepala Pemeriksa
Kepala Pemeriksa : Bukan itu yang kutanyakan! Ke mana kau sembunyikan kalung itu?!
Lek Kardi : Dia telan!
Kepala Pemeriksa : Kamu lihat?
Lek Kardi : Saya lihat! Dia masukkan kalung itu dan dia telan! Pak Kepala Pemeriksa tidak percaya? Di sini banyak saksi. Sekali lagi saya ulang: Banyak saksi di sini.
Kepala Pemeriksa : Maaf. Bukannya tidak percaya tapi hanya meyakinkan. Pasti, kamu lihat dia menelan kalung itu?
Lek Kardi : Pasti!
Kepala Pemeriksa : Cukup! Itu sudah cukup! Keterangan itu sudah cukup meyakinkan sekarang kita paksa dia keluarkan kalung itu! Ambil obat pencahar! Pisang dan pepaya. Suruh dia makan sebanyak-banyaknya. Usahakan supaya dia mencret seperti burung. Lalu tampung kotorannya.

DENGAN SEGERA SEMUA BENDA YANG DISEBUTKAN OLEH KEPALA
PEMERIKSA TERSEDIA

Kepala Pemeriksa : Semua sudah tersedia. Suruh dia minum obat pencahar! Paksa! Apa itu? Garam inggris?
Bawahan KP : Betul, Pak.
Kepala Pemeriksa : Bagus, dan tampung!

MASSA PUN MULAI MEMAKSA JAMBRET ITU UNTUK MENELAN OBAT PENCAHAR. TETAPI, JAMBRET ITU TIDAK MAU MEMINUMNYA. DIA TAK MAU MEMBUKA MULUT. MASSA MULAI KERAS. GELAS BERISI LARUTAN GARAM INGGRIS ITU MEREKA SODOKKAN KE MULUTNYA. DIA TUTUP MULUTNYA SEPERTI ORANG MENGGIGIT. KEMUDIAN DIA TERKENA PUKUL LAGI DAN TERLEMPAR, TAPI DIA BANGKIT LAGI.

Kepala pemeriksa : Minum! Apa kau tidak bisa minum?! (KEPADA BAWAHANNYA) Kupas pepaya itu! Dan suruh dia makan!
Bawahan KP : Mana yang lebih dahulu komandan? Obat pencahar ini atau pepaya?
Kepala Pemekrisa : Serentak juga tidak apa-apa! Yang penting tampung begitu dia ke jamban!
Bahawan KP : Nanti ususnya…..
Kepala Pemeriksaan : Tidak ada urusan! Suruh dia telan obat pencahar itu! Kemudian pisang atau pepaya, lalu tampung!
MEREKA PUN MEMAKSA JAMBRET MEMBUKA MULUT UNTUK MENYUNGKAH SEMUA YANG TERSEDIA. LEK KARDI PERGI MENGHINDAR SEPERTI TIDAK KUAT DENGAN PENYIKSAAN YANG DILAKUKAN OLEH MASSA, TAPI KEMUDIAN LEK KARDI KEMBALI KE TEMPAT PENYIKSAAN DAN MENCOBA MEMBUJUK KEPALA PEMERIKSAAN.

Lek Kardi : Pak, bagaimanapun juga ini tidak manusiawi. Kita harus cari cara lain.
Kepala Pemeriksa : Cara apa lagi. Hanya inilah cara- satu-satunya.

TERLIHAT LEK KARDI DAN KEPALA PEMERIKSA SEDANG BERFIKIR. LEK KARDI MENEMUKAN JAWABANNYA.

Lek Kardi : Begini saja, Pak Kepala. Bagaimana kalau Bapak Kepala membolehkan saya untuk membujuk Jambret itu menelan obat penjahar, pisang dan pepaya.
Kepala Pemeriksa : Kamu yakin dengan caramu itu.
Lek Kardi : (RAGU-RAGU) Ya…ya…kin
Kepala pemeriksa : Jawab yang tegas. Yakin atau tidak
Lek Kardi : (TEGAS) Yakin, Pak Kepala.
Kepala pemeriksa : Bagaimana kalau caramu gagal.
Lek Kardi : Saya yakin berhasil.
Kepala pemeriksa : Baiklah kalau begitu.
(KEPADA MASSA) Saudara-saudara. Untuk beberapa waktu kita kasih kesempatan pada Lek Kardi untuk membujuk Jambret ini. (KEPADA LEK KARDI) Silahkan.
(KEPADA KEDUA BAHAWANNYA) Kalian, cari papan penyekat dan pispot. Cepat! Tidak usah lama-lama.
Kedua Bawahan KP : Baik, komandan!

KEDUANYA KELUAR MENGAMBIL PAPAN PENYEKAT DAN PISPOT. MEREKA MENYERAHKAN OBAT PENCAHAR, PISANG DAN PEPAYA KEPADA ORANG YANG TERDEKAT.
LEK KARDI MEMBAWA JAMBRET KE TEMPAT AGAK JAUH DARI KERUMUNAN ORANG-ORANG. SEMUA TERLIHAT MENGAWASI LEK KARDI DAN JAMBRET.

Lek kardi : Sekarang Cuma kita berdua di sini. Ada satu hal yang ingin kukatakan padamu. Kalau dalam waktu dekat kau tidak keluarkan kalung itu, mereka akan mengoprasimu! Kau tidak tahu bagaimana orang dioperasi? Kau akan dibawa ke kamar bedah. Sebelum kau dioperasi, tubuhmu akan ditembus sinar X untuk melihat di bagian mana kalung itu nyangkut di ususmu. Kau akan puasa dalam waktu yang lama. Setelah itu kau baru dimasukkan ke kamar bedah. Kau akan dibius. Pada saat kau sudah tidak sadar oleh obat bius, pada saat itulah kulit perutmu akan disayat mereka di meja operasi. Pisau bedah itu akan masuk ke dalam perutmu seperti orang menyiang ikan. Ususmu akan disabet mereka dengan geram, karena kau menyembunyikan benda berharga di ususmu. Satu hal yang harus kau ketahui bahwa operasi itu bukan untuk menyelamatkan nyawamu, tetapi untuk menyelamatkan kalung yang kau telan. Coba bayangkan seandainya operasi itu memerlukan tambahan darah. Siapa yang akan mau menyumbangkan darahnya untuk orang seperti kau? Jambret! Ingat Bung. Kau tidak ada artinya bagi mereka. Mereka mengoperasimu dalam saat mereka geram karena kau menyembunyikan kalung emas di dalam ususmu. Kau tidak ada artinya bagi mereka. Tidak mungkin ada orang mau menyumbang darah secara suka rela kepadamu. Tidak mungkin ada salah seorang sanak keluargamu yang mau datang menunjukkan diri untuk menyumbang darah kepadamu. Mereka malu untuk muuncul. Karena kau maling. Tahu kau? Nyawamu bagi mereka tidak ada artinya. Tubuhmu yang terbaring dalam pengaruh obat bius itu tidak akan mereka hiraukan lagi begitu mereka menemukan kalung emas itu. Saking gembiranya mereka, aku yakin begitu, mereka akan lupa menyudahi operasimu. Kau akan mati sia-sia. Untuk apa menyelamatkan Jambret seperti kau. Mengurangi jumlah penjahat lebih bijaksana! Maka, kau akan mampus! Kau tidak ubah seperti koper tua yang dicampakkan setelah dikeluarkan isinya. Mayatmu akan terbaring tanpa ada orang yang menjenguk.

JAMBRET KEPALANYA MENUNDUK. MENDENGARKAN DAN MENYIMAK DENGAN KHIDMAT SETIAP OMONGAN LEK KARDI.

Lek Kardi : Kau masih muda Bung. Masih banyak kemungkinan masa depanmu. Kau harus manfaatkan hidup ini. Masak kau mau mampus dengan konyol seperti itu? Operasi itu bukan untuk menyelamtkan jiwamu, tetapi untuk menyelamatkan kalung emas yang kau telan!
Jambret : Apa yang harus aku lakukan?
Lek Kardi : (MEMBENTAK) Keluarkan!
Jambret : Aku tidak melakukannya!
Lek Kardi : Sudah tidak ada lagi waktu untuk berkilah-kilah! Tidak saatnya menyembunyikan kejahatan pada saat ini. Jangan tunggu mereka kalap. Jangan kau kira mereka tidak memperhatikan kita. Lihat kedip api rokok mereka! Itu sama seperti mata mengintai kita. Ayo lakukan! Cepat telan obat pencahar itu! Apa yang kau takutkan pergi ke jamban?

JAMBRET LARI PADA ORANG YANG MEMEGANG OBAT PENCAHAR, GELAS BERISI LARUTAN GARAM INGGRIS, DLL. DIA MEREBUT DENGAN SETENGAH PAKSA KEMUDIAN KEMBALI LAGI KEPADA LEK KARDI DAN MEREGUKNYA SEPERTI ORANG MINUM KOPI. KEMUDIAN DIA LAHAP PEPAYA DAN PISANG. DUA BAWAHAN KEPALA PEMERIKSA MASUK DENGAN MENENTENG PAPAN SEKAT DAN PISPOT.
Lek Kardi : Makan lebih banyak pepaya itu, biar cepat dia mendorongnya.
Kepala Pemeriksa : Sudah ingin ke jamban?
Lek Kardi : Belum, Pak. Baru sedikit dia menelannya. sebentar lagi.
Kepala Pemeriksa : Bagus! Kalau dia tidak suka pepaya dalam negeri, kita bisa sediakan pepaya Bangkok!

ATAS PERINTAH PAK KEPALA PEMERIKSA, DUA BAWAHAN KEPALA PEMERIKSA MEMBAWA PAPAN PENYEKAT DAN DUA PISPOT. PAPAN PENYEKAT ITU DISUSUN MENJADI DINDING JAMBAN.

Kepala Pemeriksa : (KEPADA JAMBRET) Hei, sini! Sekarang kamu lepas semua bajumu kecuali celana dalam dan pergilah ke balik papan penyekat itu dan keluarkan semua isi perutmu.

SEMUA MENONTON, MENUNGGU ORANG ITU MENGELUARKAN KOTORANNYA KE DALAM PISPOT. BAWAHAN KEPALA PEMERIKSA MEMERIKSA DAN MENDONGAKKAN KEPALANYA, MELONGOK KE JAMBRET. DIA TAMPAK MEMERIKSA ISI PISPOT.

Bawahan KP : Belum keluar! Biji-biji kedele. Rupanya dia makan tempe.

SEMUA BERKOMEETAR SEMAUNYA SENDIRI. BAWAHAN KEPALA PEMERIKSA MENGAMBIL PISPOT DAN SESEORANG MENYAMBUT DAN MEMBERISHKANNYA DI LUAR.

Jambret : Eeggkk… Eeggkk… Eeggkk. Bolehkah saya meminta pispot lagi. Perutku sudah tidak tahan.

BAWAHAN KEPALA PEMERIKSA MENDEKAT LAGI DENGAN MEMBAWA PISPOT DAN TIDAK LAMA KEMUDIAN KEMBALI MENENGOK JAMBRET UNTUK MEMERIKSA.

Bawahan KP : Belum juga! Masih sisa-sisa tempe. Ada seperti benang, kukira itu sumbu singkong rebus!

DALAM URUTAN WAKTU MELAKUKAN HAL YANG SAMA. SEMENTARA DIBALIK PAPAN ITU, SEMUA ORANG TERUS MENUNGGU DAN BERKOMENTAR DENGAN SEENAKNYA. MENCACI MAKI. SUDAH SAMPAI SEPULUH KOTORAN DALAM PISPOT DIBERSIHKAN.
YU KESI MULAI BOSAN MENUNGGU. DIA MENELPON SUAMINYA.

Yu Kesi : Halo. Bapak? Bapak, tolong sekarang ke pasar Pahing Pahit. Kalung ibu dijambret. Cepat, Pak. Jangan lama-lama.

TIDAK LAMA KEMUDIAN SUAMI YU KESI DATANG DAN IKUT BERGABUNG DI BALIK PAPAN. TAPI BELUM JUGA KALUNG LIMA BELAS GRAM ITU KELUAR BERSAMA KOTORAN. PADA SAAT ITU PAPAN YANG DIJADIKAN SEBAGAI SEKAT TERDORONG KEMUDIAN TUMBANG. JAMBRET ITU JATUH TERJEREMBAB MENINDIH. DIA SUDAH TIDAK DAPAT BERDIRI LAGI. DIA MENJADI LUNGLAI SETELAH TERUS-MENERUS MENGELUARKAN KOTORANNYA.
SI SUAMI PUN AKHIRNYA MENGAMBIL KEPUTUSAN. IA MENYERET ISTRINYA MENJAUH DARI KERUMUNAN ITU DAN MEMBUJUK ISTRINYA.

Suami : Bu, sudahlah! Kasihan orang itu.
Yu Kesi : (TIDAK TERIMA) kasihan bagaimana, Pak! Kalung Ibu diambilnya. Kalung itu kan untuk tambah-tambah kita pergi haji. Kalau kalung itu tidak ketemu, lalu kita mau cari-cari tambahan dari mana?
Suami : Tapi buktinya mana kalau dia yang mengambil kalung Ibu.
Yu Kesi : Semua orang di sini menjadi saksi bahwa lelaki itu yang mengambil kalung Ibu dan memasukkannya ke mulutnya.
Suami : Dia kan sudah berkali-kali mengelurkan isi perutnya. Tapi nyatanya, kalung itu belum juga keluar bersama kotorannya. Itu kan artiya bukan dia yang mengambilnya. Tuduhan itu, bukan hanya membutuhkan saksi, tapi juga bukti. Sudah! Sekarang cabut saja tuduhan Ibu itu.
Yu Kesi : Tidak, Pak. Pokoknya aku cuma ingin kalung itu kembali dan kita tidak usah kerepotan lagi mencari tambahan.
Suami : Tidak usah memaksa, Bu! Pergi haji itu kalau kita belum siap baik lahir maupun bathin itu berarti kita belum mendapatkan panggilan dari Tuhan.
Yu Kesi : Tapi apa Bapak tidak malu sama Supradi itu, yang status sosialnya lebih rendah dari kita, tapi dia bisa melaksanakan haji. Ibu tidak mau menanggung malu, Pak!
Suami : Bu, kalau kita naik haji dengan memaksakan diri padahal kita sendiri belum mampu sacara lahir maupun bathin, itu tidak dibenarkan agama. Supardi kan punya uang dari warisannya bapaknya. Apa lagi bapaknya memberi wasiat supaya Supardi cepat-cepat melaksanakan haji.
Yu Kesi : Ya sudah, kalau Bapak maunya seperti itu.
Suami : Bu, jangan sambil marah begitu. Lagian, seminggu lagi kan Bapak dapat gaji.
Yu Kesi : Iya.. tidak marah, kok.
Suami : Ya, sudah. Sekarang Ibu ngomong sama Kepala Pemeriksa untuk membatalkan tuduhan Ibu.
Yu Kesi : Tidak mau! Bapak saja. Ibu malu!
Suami : (MENGHELA NAFAS. SABAR. PERGI MENEMUI KEPALA PEMERIKSA DAN MEMBAWANYA KE TEMPAT ISTRINYA SEDANG BERDIRI.) Begini, Pak. Istri saya mau mencabut tuduhan kepada lelaki itu. Kami sudah mengikhlaskan kalung itu.
Kepala Pemeriksa : Benar, kalian mengikhlaskan kalung itu hilang.
Suami : Benar, Pak!
Kepala Pemeriksa : Baiklah kalau begitu. (PERGI KE KERUMUNAN) Saudara-saudara. Pemilik kalung itu, Yu Kesi dan suaminya telah mengikhlaskan kalung itu untuk hilang. Jadi tuduhan atas Jambretan ini dicabut oleh Yu Kesi.
SEMUA YANG HADIR DENGAN TIDAK DIKOMANDO MEMBUBARKAN DIRI MASING-MASING. LEK KARDI MEMAKAIKAN PAKAIAN JAMBRET ITU KEMBALI DAN MEMBAWANYA PERGI. YU KESI DAN SUAMINYA MENDEKATI JAMBRET ITU DAN MEMINTA MAAF.

Suami : Maaf kan kami, pak.

JAMBRET TIDAK MENJAWAB APA-APA KARENA TERLALU LEMAS. DENGAN DI BANTU LEK KARDI, PANJEMBRET ITU MENINGGALKAN PASAR.


BABAK II


LEK KARDI MENGANTAR PANJAMBRET ITU DENGAN MEMAPAHNYA. SESAMPAINYA DI SEBUAH GANG MENUJU TEMPAT TINGGAL SI JAMBRET, MEREKA BERHENTI. LEK KARDI INGIN MENGANTARNYA SAMPAI KE RUMAH KARENA JALANNYA SUDAH SEMPOYONGAN TAPI JAMBRET ITU MENOLAKNYA.

Jambret : Sudah, Pak. Kita sudah sampai. Rumah saya di ujung gang itu. Cukup sampai sini saja Bapak mengantar saya. Terima kasih atas segala kebaikan Bapak.
Lek Kardi : Saya minta maaf atas tuduhan salah yang saya tuduhkan padamu. (MEMASUKKAN TANGAN KE SAKU CELANANYA. MENGAMBIL UANG DAN MEMBERIKANNYA KEPADA JAMBRET.) Belilah makanan. Kau perlu gizi untuk memulihkan kesehatanmu. Aku benar-benar merasa berdosa.
Jambret : (MELIPAT UANG YANG DIBERI LEK KARDI DAN MEMASUKKANNYA KE SAKU) Terima kasih. Ternyata Bapak orang baik.
Lek Kardi : Jangan katakan begitu! Aku telah menjeremuskanmu. Uang itu tidak ada artinya. Aku telah melakukan kesaksian palsu. Maafkan aku, Bung.

LEK KARDI DAN JAMBRET SAMA-SAMA DIAM SEJENAK. JAMBRET MELANGKAHKAN KAKI UNTUK MENINGGALKAN LEK KARDI DAN PULANG. LEK KARDI MEMEGANG TANGAN DAN MANYALAMNYA.

Lek Kardi : Maafkan aku, Bung. Rasanya aku berdosa betul. Sepuluh ribu tidak ada artinya untuk mengenyahkan rasa berdosa itu. Bisa kau berjalan sendiri? Apa tidak ada becak yang ke rumahmu? Rasanya aku perlu mengantarmu sampai rumah.
Jambret : Tidak usah, Pak. Terima kasih.

JAMBRET TAMPAK TIDAK KUASA MENAHAN AIR MATA. LEK KARDI MEMBIARKAN TUBUH JAMBRET YANG MULAI GOYAH. LEK KARDI BELUM MERASA UNTUK MELENYAPKAN RASA BERSALAHNYA. IA MENGULANG APA YANG DIKATAKANNYA.

Lek Kardi : Maafkan aku, ya Bung. Beli makanan untuk memulihkan kesehatanmu. Aku benar-benar merasa bersalah padamu. Aku tidak akan mengulang hal sama pada orang lain.

JAMBRET MENGHAPUS AIR MATANYA. MUKANYA YANG LEBAM MENUNDUK.

Jambret : Bapak adalah saksi yang benar. Bapak tidak boleh merasa berdosa. Bapak orang yang baik. Saya harus mengatakannya! Anak saya sedang sakit keras. Kami perlu biaya. Istriku telah putus asa di rumah. Dokter meminta banyak. (MENGANGKAT MUKA) Bapak adalah saksi itu! Bapak orang baik. Saya harus mengatakannya! (KEMBALI MENUNDUK) Saya bukanlah Jambret. Tetapi, saya telah melakukannya. Tiga kali kalung itu keluar ke dalam pispot. Begitu keluar aku langsung menelannya. (MELEPASKAN JABAT TANGAN DAN MEMANDANG LEK KARDI)
Bapak orang baik. Hukumlah saya.
(MERABA UANG YANG TELAH DIBERI OLEH LEK KARDI HENDAK MENGEMBALIKAN. LEK KARDI MENGETAHUI MAKSUDNYA.)
Lek Kardi : Kalau begitu kau masih memerlukan pispot.

LEK KARDI SEGERA MENINGGALKAN JAMBRET SENDIRIAN. JAMBRET MERASA MENYESALI PERBUATANNYA. IA JATUH DAN BERTUMPU PADA KEDUA LUTUTNYA. MUKANYA DITENGADAHKANNYA.
PERLAHAN LAMPU FADE OUT.[]Sutocabangsamirono, 2005.


Rampung!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Satu Cinta Untuk Eva Dwi Kurniawan

1.        Penyair Eva merupakan penyair yang sangat produktif. Dalam kurun waktu lima bulan, ia menyulap puisi-puisi itu dan jadilah antologi Swara Dewi yang berjumlah 64 judul. Angka genap yang terkesan ganjil, kenapa tidak dibulatkan menjadi 65 saja? Tentu ini memiliki alasan tertentu. Ia menuliskan puisinya dari bulan Januari hingga Mei 2012. Baru kali ini saya melihat ada penyair sedahsyat dan seproduktif ini. Mungkin hidupnya didedikasikan hanya untuk puisi. Dan dengan membaca antologi tersebut, kesan pertamanya adalah menulis puisi itu gampang. Antara kurun Januari hingga Mei saya kembali bertanya, di mana bulan april? Tak ada satu pun puisi yang ditulis bulan April masuk dalam antologi ini. Mungkin bulan April terlalu menyakitkan baginya? Mungkin ia pernah patah hati di bulan April. Tampaknya, Penyair Eva tidak menganggap bulan itu begitu penting, melainkan   ia memilih puisi-puisi yang memiliki tema sama. Ini terlihat dari adanya puisi di bulan Desember 2012 yang diikutkan d

Mengupas Makna Tadarus, Antologi Puisi “Tadarus” karya; Musthofa Bisri

Gus Mus—panggilan akrab A. Mustofa Bisri—menggubah puisi (baca; Al qur'an) menjadi puisi. Apa yang ada di dalam Al qur'an beliau terjemahkan lagi dalam puisi Indonesia. Meski hal ini tidak bisa menandingi, bahkan mustahil untuk menyamai isi dari alqur'an, tapi puisi yang digubah oleh Gus Mus sudah cukup menggerakkan seluruh bulu roma dan mengendorkan sendi-sendi tubuh. Tentu saja hal ini tidak lepas dari pandangan tentang proses kreatif yang dilakukan oleh Gus Mus. Gus Mus yang tak pernah tamat atau lulus sekolah belajar kesenian dengan mengamati masa kecilnya. Jiwa pelukisnya tumbuh saat beliau teringat bahwa pada masa kecilnya beliau pernah memenangkan lomba menggambar dan warnai. Sejak saat itu, beliau sadar bahwa dalam dirinya ada bakat untuk melukis. Kemudian mulailah Gus Mus melukis hingga pada saat ini lukisan beliau sangat terkenal. Salah satu lukisannya yang hanya bertuliskan alif di atas kanvas terjual hingga puluhan juta rupih. Untuk bakat menulisnya sendiri, ber

Seputar Polemik Novel Porno

    Membaca polemik novel “porno”, saya menganalogikan seperti pengalaman saya berikut ini; di kelas waktu kuliah S1 dulu, salah seorang dosen dengan bangga dan gembar-gembor bahwa dia telah membaca The Da Vinci Code karya Dan Brown. Menurutnya buku itu sangat bagus dan wajib menjadi bacaan mahasiswa sastra. Sementara kami, yang duduk dideretan tak terlalu belakang, menertawakan dosen itu. Kami telah membacanya beberapa bulan lalu. Sejujurnya, saya agak kaget ketika novel “porno” muncul ke permukaan sebagai polemik. Dalam hasanah sastra Indonesia sendiri, hal itu sudah banyak dibahas oleh para kritikus dan esais sastra. novel “porno” kemudian banyak disebut dengan sastra selangkangan, sastrawangi (untuk menyebut sastrawan perempuan yang mengumbar nilai pornografi), sastra sex, genre fiksi alat kelamin (FAK) dan lain sebagainya. Jika kemudian kalangan umum, apalagi DPR, mempermasalahkan hal itu, maka sudah sangat ketinggalan jauh. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak ban