Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label cerita pendek

Kyai Ali

Cerpen Fairuzul Mumtaz KYAI ALI terkenal dengan sifat penyayangnya. ia begitu menyayangi santrinya. Tak ayal jika pesantrennya berkembang begitu pesat. Dalam jangka waktu tiga tahun saja, pesantren peninggalan mertuanya itu menjadi terkenal dan dipenuhi dengan santri-santri dari berbagai pelosok negeri ini. Ia pun memiliki waktu tersendiri untuk mengajarkan ilmu-ilmunya kepada para santri. Sorogan. Itulah salah satu metode yang dipakainya. Setiap pagi dan sore hari, setiap santri harus menyiapkan kitab kuning yang akan dibacanya di hadapan Kyai Ali langsung. Metode ini sangat efektif. Selain santri lebih tersentuh karena diajar oleh kyainya secara langsung dan mengingat setiap apa yang diajarkan, kedekatan emosional antara Kyai dan santri terjalin akrab. Sehingga bukan hal yang mustahil jika Kyai Ali mengenal dan ingat semua nama santrinya. Bila Kyai Ali memiliki hajatan, peringatan khaul, khataman dan lain-lainnya, Kyai Ali lebih sering menulis surat dengan tangannya sendiri untuk par...

Om Jamak

Sepanjang hidup, aku melihat manusia memanjakan gengsi, bahkan membelinya. Anehnya lagi, bisa diangsur! Atau dalam bahasa orang-orang kecil, bisa diutang. Seorang teman misalnya, ia bekerja di sebuah biro perjalanan yang menuntutnya harus berpakaian seelegan mungkin supaya terlihat mempunyai kehormatan yang tinggi dan pengaruh yang besar. Tak ayal, ia pun membeli jas-jas buatan desainer dunia yang namanya kondang setinggi langit. Bukan karena ukurannya yang mungil, bahkan juga karena potongan yang lebih ramping. Label yang dijahit di jas itu membuatnya turut melambung bersama, dan secara tak langsung, ia diasosiasikan dengan sesuatu yang mahal, sophisticated, kadang meski understated tetap menggaungkan sebuah bayang-bayang kelas tertentu dan tidak murahan. Apalagi kalau ditanya, jas anda keren, beli di mana? Di belakang ceritanya, ia mengaku kalau harus melunasi cicilannya tiap bulan dengan sekian dolar. Di lain kesempatan, ia bercerita memiliki pelanggan wanita yang kalau membeli tike...

Bunga Matahari Interlude Mawar merah *

Sengaja, aku membuat pertemuan denganmu siang ini. Ada yang mesti kita bicarakan; tentang bunga matahari yang kita tanam di tempat biasa kita bertemu; disebuah taman kota di samping kiri dari arah barat di bawah pohon rindang, entah apa nama pohon itu. Bunga matahari itu sudah semakin besar, tangkainya semakin banyak dan bercabang ke mana-mana. Tujuh tangkai yang bercabang. Hanya saja sekarang lebih rapi. Aku yang merawatnya beberapa hari terakhir ini, setelah lama kamu tidak terlihat di taman kota itu lagi. Dan sebelum tumbuh tangkai-tangkai yang lainnya dan aku akan semakin repot untuk mengurusinya, maka pertemuan siang ini aku rasa sangat perlu. Sepertinya kamu sudah tidak lagi memperdulikannya. Sengaja pula aku menentukan tempat pertemuan kali ini tidak di tempat biasa kita bertemu. Aku takut kalau saja bunga matahari itu mendengar pembicaraan kita. Dan dia akan kecewa kalau kamu memutuskan untuk menghentikannya proses fotosintesisnya. Dan itu sangat mengecewakan lagi bagiku. Seb...