Catatan Pendek Tentang Luka
Karena aku tak mengenal musim
Kubiarkan hujan memilikimu
Sebab dalam diriku
Gelombang tebal menangisi
Irama matahari dalam kabut
Biarlah hanya percakapan kita tersisa
Abu dari kertas cinta
Yang pelan-pelan menidurkan lagu-lagu
Menjadi angin di hutanmu yang sepi tiba-tiba
Lalu luka itu terbit
Tak putus-putus
Djogjakarta, 2008.
Aku Mengingatmu Sebagai Prasasti
Aku mengingatmu sebagai prasasti
Jika nanti kau lupa tentang dawai
Yang ragu-ragu berderit kau gesek di belakang rumah
Saat purnama telah pulang
Dan aku sibuk mengajarimu
Mengeja kalimat-kalimat yang semakin tua
Pada daftar alamat yang kita lupa mengiriminya doa
Aku mengingatmu sebagai prasasti
Hari lahirmu yang merekah pada sebuah batu
Isyarat yang kubiarkan mengeras
Namun pada lekuknya
Suatu hari akan kau pahami
Sebagai gerimisku atasmu yang tak pernah reda.
Djogjakarta, 2008.
Kembang Kamboja;
Sebuah Kado Pernikahan
Kita mesti pulang
Sepetak rumah persegi empat telah menunggu kita
Mengenakan gaun putih yang diikat
Ini pernikahan kali terakhir
Setiap kita telah dipinang sejak kelahiran
Kamboja bernyanyi lagu gagak hitam
Menggugurkan daunnya menjadi doa
Bagi pesta pernikahan yang penuh peluh dan air mata.
Djogjakarta, 2008.
puisi-puisi di atas telah dimuat di koran mingguan Minggu Pagi Yogyakarta, 01 Maret 2010
Komentar